Gerakan hidup sadar lingkungan, atau sering diartikan dengan green living
bukanlah sebuah tren sesaat. Hidup ramah dengan lingkungan, adalah bagian dari introspeksi diri.
Seberapa banyak kita mengenal diri kita, bisa jadi terlihat dari
seberapa banyak kita mengenal lingkungan kita. “Mulailah dari hal
terkecil, mengenali diri sendiri, mulai dari apa saja kebutuhan kita,
apakah benar kita membutuhkan teknologi foto voltaic
untuk rumah jika memang masih mahal?,” ujar Ary Indra, arsitek lulusan
Universitas Brawijaya ini sesaat setelah kuliah umum Rem Koolhaas, di
Blitzmegaplex, Grand Indonesia, beberapa waktu lalu .
Green living
itu seringkali meloncat terlalu jauh, “Green sekarang yang dipahami
orang melewati proses itu. Seperti prematur, padahal esensinya
seringkali terlewati,” ujar Ary. Gaya hidup ramah lingkungan hadir saat
kita memahami peran kita di rumah, dan di lingkungan. Penghematan energi
pun tak memerlukan teknologi tinggi untuk melakukannya.
Dalam sebuah desain, perasaan orang yang mendiami bangunan adalah lebih penting dari bentuk. “How to building behave”
adalah konsep-konsep yang ditawarkan Ary Indra. Bangunan harus perform
dengan membuat orang menjadi bahagia dan puas.
Esensi lain dari green living
adalah bagaimana seseorang bahagia dengan rumahnya. “Sebenarnya kita
bahagia di lingkungan seperti apa?”, adalah hal yang harus dipikirkan
sebelum kita memperhatikan aktivitas dalam menentukan ruang-ruang di
rumah.
Bangunan pun harus berguna, dan mudah dipahami oleh pemiliknya.
Desain yang simpel secara konsep justru membuat orang lebih mudah
merasakan desain rumah. Proses dalam membuat rumah juga menjadi sebuah
cara untuk mengenal diri kita. “Bagaimana cara kita mencoba-coba dalam
mendesain ruangan,” menjadi sebuah keasyikan sendiri .”Intuisi bermain,
dan bagaimana cara kita dulu dibesarkan menjadi cerminan sikap kita
memilih sebuah desain,” terang Arsitek Muda yang juga senang menata
ruang dengan cahaya ini.
Keindahan dan kebahagiaan milik semua orang. "Kenyamanan di rumah pun
orang awam bukannya tidak tahu sama sekali. Mereka tau apa yang mereka
mau, namun pada saat menterjemahkannya kadang sering tak sesuai dengan
bayangannya,” terang Ary Indra. Disinilah peran arsitek jadi signifikan
untuk menterjemahkan kebutuhan dan apa yang membuat mereka bahagia.
“Arsitek butuh pengalaman untuk mengetahui keinginan klien, bahkan saya
yang sudah 16 tahun berkecimpung di dunia arsitek pun masih butuh terus
memahami klien. Hal itu harus terus dilatih, berulang-ulang”.
“Arsitek dalam mendesain seringkali memerlukan waktu, tapi ya tidak
apa-apa, karena nantinya bangunan itu akan ditinggal oleh pemiliknya
selama seumur hidup” . Jadi menurut Ary Indra, untuk mengenal desain
yang ramah lingkungan, atau green desain
, harus langsung dipraktekkan, tak hanya slogan. Pemilik rumah, dan
arsitek, sebaiknya terus berkomunikasi, dan dari komunikasi itu didapat
pembelajaran dan pengenalan diri secara lebih utuh.
SUMBER:http://www.ideaonline.co.id/iDEA/Blog/Arsitektur/Mengenal-Lingkungan-berarti-Mengenal-Diri-Sendiri
0 komentar:
Posting Komentar